Selasa, 18 Agustus 2009

Budaya kebanggaan Rakyat Kuansing

Setiap daerah pasti memiliki kebudayaan yang berbeda. Setiap budaya itu. Telah ada sejak nenek moyang kita dulu yang harus kita lestarikan dan budidayakan. Salah satu kebudayaan rakyat Kuansing ini ialah pacu jalur.

Pacu jalur ini telah ada semenjak penjajahan Belanda dulu. Pacu jalur pada zaman penjajahan berbeda dengan masa sekarang, baik dari bentuknya ataupun waktu pemakaiannya. Dulunya, jalur ini hanya berbentuk sampan, yang biasanya digunakan sebagai alat transportasi ataupun hiburan belaka para kolonial Belanda ataupun masyarakat pada zaman dulu. Namun, karena perubahan zaman yang terus berkembang, telah dialihkan fungsinya sebagai media hiburan sekaligus tradisi masyarakat Kuansing.

Kita harus berbangga dengan para pemuda-pemudi kita yang mampu menciptakan jalur dengan berbagai macam ukiran.

Jalur ini berasal dari sebatang pohon yang besar, yang dicari di dalam hutan. Kemudian pohon itu dipahat sehingga berubah bentuk menjadi jalur yang panjang tan sambungan sama sekali. Sunggu hebat bukan?!

Jalur yang sudah berbentuk ini, tidak langsung dibawa ke arena, namun harus melewati beberapa proses dulu. Adapun prosesnya :

1. maelo jaluar

Artinya jalur tersebut dibawa ke daerah pembuat jalur, yang ditarik bersama-sama.

2. malayuar jaluar

Artinya jalur itu diberi unggun api, layaknya kita menyangai ikan.

3. jalur diturun mandi

Artinya jalur tersebut langsung diturunkan ke sungai unutk dicobakan.

Nah, itulah prose-prossenya.

Pacu jalur merupakan kebudayaan dan tradidi yang snagt dibanggakan oleh masyarakat Kuansing. Mengapa tidak??

Setiap tahun, kita selalu menyaksikan ajang perpacuan antara beberapa jalur yang diadakan disetiap kecamatan. Setiap kecamatan pasti memiliki jalur handalan yang dibangga-banggakan. Seluruh umat di Kabupaten Kuansing ini berbondong-berbondong pergi ke arena perpacuan untuk menyaksikan jalurnya berlaga. Sesunggunya, yang menyukai jalur bukan hanya masyarakat Kuansing, namun orang luar juga menyukai pacu jalur ini. Contohnya orang Sumatera Barat, Medan ataupun Jawa.

Mereka berdatangan ke Kuansing untuk berjualan ataupun mencari nafkah. Namun, kadang-kadang banyak juga kejadian yang tak tertuga terjadi. Seperti halnya kehilangan anak, istri atau segala macamnya, sampai pencurian pun terjadi. Sungguh tak terduga.

Memang acara pacu jalur ini, seringkali datang saat-saat perekonomian rakyat Kuansing melemah. Namun hal itu tidak menghambat untuk menyaksikan acara yang hanya datang sekali setahun ini.

Namun, tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Biasanya, pada hari pertama pacu jalur telah banyak masyarakat yang berbondong-bondong datang ke tepian Narosa, tapi apa hendak dikata? Perkiraan itu sungguh berbeda dengan kenyataannya. Hanya beberapa masyarakat yang datang. Tapi lain cerita di hari terakhir, kota telik kuantan sungguh disesakkan dengan masyarakat kuansing. Itulah pacu jalur!!!!!

Pacu jalur merupakan sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi yang hingga sekarang masih ada dan berkembang di provinsi Riau. Lomba dayung ini terbuat dari kayu gelondongan yang oleh masyarakat sekitar sering disebut jalur . Upacara khas daerah Kuansing ini diselenggarakan tiap satu tahun sekali, di adakan di hampir separuh kecamatan di Kuansing.Panjang perahu/jalur ini antara 25-40 m dengan jumlah atlet 40-60 orang.

Secara fisik, jalur-jalur itu tercipta sebagai hasil karya manusia yang luar biasa karena dibuat dari sebatang pohon tanpa adanya sambungan sama sekali, dan umumnya terbentuk menjadi perahu pipih sepanjang 25-27 m dengan lebar 1,5 m. Ukiran yang memenuhi ukiran di buritan(lembayung) menunjukkan keindahan yang tercipta melalui proses tradisi yang sudah berlangsung lama, sejak abad XVII.

Di awal abad XVII,jalur merupakan transportasi utama bagi masyarakat rantau Kuantan, yaitu daerah di sepanjang sungai Kuantan yang terletak antara kecamatan Hulu Kuantan hingga kecamatan Cerenti. Saatitu memang belum berkembang transportasi darat.Akibatnya jalur digunakan sebagai alat angkut hasil bumi serta mengangkut orang.

Kemudian jalur-jalur itu diukir indah,seperti ukiran kepala ular,buaya atau harimau, ditambah lagi dengan perlengkapan dayung, tali-temali,slembayung,selendang,tiang tengah(gulang-gulang)serta lambai-lambai. Perubahan tersebut bukan hanya menjadikan jalur sebagai alat transportasi tetapi juga menunjukkn identitas sosial; karena hanya raja-raja atau kaum bangsawan yang mengendarainya.

Baru pada 100 tahun kemudian, warga melihat sisi lalin yang membuat keberadaan jalur semakin menarikyakni denagan digelarnya acara lomba adu kecepatan antarjalur yang hingga saat ini dikenal sebagai pacu jalur yang biasanya diadakan untuk memperingati hari besar Islam.

Pada waktu itu tidak ada hadiah yang diperebutkan, yang ada adalah acara makan bersama dengan warga sekampung seperti konji, godok , lopek, paniaram, lidah kambiang, dan buah golek. Tetapi ada pula yang memberikan hadiah berupa marewa ( bendera warna-warni berbetuk segitiga dengan renda di tepinya), untuk juara I-IV.

Pacu jalur menuntut masyarakat untuk bersama sesuai dengan semboyan Kuansing basatu nagori maju.Walaupun kedua jalur berpacu, tetap saja pada pancang pertama mereka harus serentak, jika tidak terjadi kekompakkan maka juri pun akan menganggap jalur belum siap untuk diluncurkan.

Kegiatan-Kegiatan dalam Upacara Pacu Jalur

A) Menbuat jalur

Dipimpin oleh seorang tukang tuo dibantu oleh seorang tukang penampik sebanyak 2 – 3 orang serta anggota masyarakat lainnya.

B) Menarik jalur/ maelo jaluar

C) Melayuar Jaluar/ mendiang jalur

Diekstak dari:www.benaigeneration.com dengan sedikit perubahan